Curhat Pelanggan PLN Kaget Tarif Listriknya Melonjak Nyaris 5 Kali Lipat
Petugas PLN Lamajan
Ivan Hermawan kaget bukan kepalang. Tagihan tarif listrik pascabayar PLN di rumahnya per April 2020 lalu, melonjak sampai nyaris lima kali lipat dari normal.
Jika biasanya, ia merogoh kocek sekitar Rp 300 hingga Rp 400 ribuan, bulan lalu ia mesti mengelus dada akibat tagihan listriknya meroket jadi Rp 1,5 juta dengan pemakaian listrik di rumahnya tercatat sebesar 969 kwh.
Pekerja swasta yang berusia 33 tahun dan bergelut di bidang IT itu mafhum. Kebijakan kerja dari rumah (WFH) memang sudah ia prediksi bakal menjadikan tagihan listriknya melonjak, namun ia tak menyangka bakal sebesar itu.
“Kalau gara-gara WFH katanya hanya 30 persen dari biasanya, paling habisnya 300 kwh, jadi (saya prediksi) Rp 400 ribu sampai Rp 500 ribu paling tinggi," ujar Ivan kepada kumparan, Jumat (8/5).
Lelaki berdomisili di Kranji, Bekasi Barat itu, kemudian melayangkan komplain ke PLN. Namun, pihak PLN mengatakan aduan baru bisa diproses setelah pelanggan membayar tagihan.
Tak ada pilihan, Ivan pun kemudian membayar tagihan itu. Pasalnya, ia teramat membutuhkan listrik agar bisa tetap bekerja dan beraktivitas sehari-hari bersama istrinya yang juga tengah merawat seorang bayi.
"Karena kerjaan di rumah dan butuh banget listrik saya langsung bayar. Saya langsung bikin komplain, langsung diterima. Tetangga ada (juga) yang enggak mau bayar dulu," kata dia.
Setelah mengadu itu, Ivan pun mendapatkan keterangan jika PLN ternyata menerapkan sistem tagihan pada tiga bulan rata-rata sebelumnya. Namun, menurut perhitungannya jika pun diambil rata-rata pertiga bulan harusnya masih tak sampai Rp 1,5 juta.
Lagi pula, menurutnya ia tak menambah beban tambahan alat-alat elektronik apa pun selama ini. Di rumahnya tetap ada, sebuah kulkas dan televisi, dua AC yang sudah diatur sedemikian rupa agar tak banyak daya hingga lampu di rumahnya yang sudah memakai LED.
Sementara soal sisa tagihan akhir Maret yang kata pihak PLN dibebankan pada bulan berikutnya pun, Ivan berkeyakinan jumlahnya paling banter harusnya hanya akan sampai Rp 1 juta maksimal.
"Karena meter di akhir Maret (2020), 232 Kwh rata-rata, mereka bisa menagihkan selisihnya. Itu kurang logis (sebab tagihan April dengan pemakaian sampai 969 kwh)," terang dia.
Dari kejadian itu, ia pun menyesalkan PLN yang tak memberikan sosialisasi memadai terkait sistem pembayaran yang seperti itu sebelumnya kepada pelanggan.
"Nah ini belum bisa dikasih penjelasan sama mereka. Ada selisih yang nantinya diproses lagi. Kita belum dikasih informasi lebih lanjut. Kenapa tidak dikasih tau dari awal?" tegas Ivan.
Pihak PLN hingga kini, kata dia, juga masih menjanjikan untuk melakukan pengecekan lebih lanjut. Setelah PLN meminta Ivan untuk memberikan foto meteran listrik di rumahnya.
"Meteran rusak sangat bisa (kata PLN), mungkin nyantol (tersangkut) listrik entah di rumah tetangga. Belum dicek sampai sekarang, saya masih tunggu," ucapnya.
Sebagai pelanggan, ia mengaku kini memang tak bisa berbuat banyak. Termasuk, soal aturan pembayaran listrik untuk tagihan bulan Mei 2020 mendatang.
Namun ia berharap, PLN bisa mengoptimalkan pelayanannya agar tak banyak dikomplain pelanggan. Terlebih di situasi sulit pandemi ini, penghasilan masyarakat banyak terpangkas dan mesti menghemat.
"Semua instansi sudah menggunakan platform untuk komunikasi dengan pelanggannya. Harusnya PLN juga punya, kalau pun saya disuruh unduh semacam aplikasi, juga mau," tandasnya.
Sumber kumparan.com

LihatTutupKomentar