Pelajaran Lagi dari Korsel, Jangan Buru-Buru Longgarkan Pembatasan Sosial
Keluarlah, bersosialisasi, bersenang-senanglah. Itulah pesan yang disampaikan pemerintah Korea Selatan kepada warganya ketika mengumumkan dimulainya hari baru bersama Covid-19 seraya tetap mewaspadai potensi kemungkinan virus itu mengamuk kembali dan memaksa aturan penutupan diberlakukan.
Ternyata memang tak perlu waktu lama.
Sabtu kemarin, empat hari setelah dimulainya babak baru kehidupan, wali kota Seoul langsung memerintahkan semua bar dan klub malam di kota itu ditutup sampai batas waktu yang belum ditentukan setelah ditemukannya klaster baru virus corona yang menjangkiti puluhan orang.
Korsel awalnya menangani pandemi corona dengan cukup baik dan menjadi contoh bagi berbagai kota di dunia tanpa perlu menghentikan banyak aktivitas ekonomi seperti di negara lain. Tapi kini Korsel juga menghadapi situasi sulit. Mereka harus belajar kembali secara bertahap menghadapi pandemi Covid-19 gelombang kedua ini.
Para pejabat pemerintah, pekerja medis, dan sebagian warga masyarakat tahu betul, tanpa adanya vaksin maka melonggarkan aturan pembatasan sosial akan menyebabkan lebih banyak lagi penularan dan kematian. Kuncinya adalah bagaimana melonggarkan aturan tanpa menyebabkan penyebaran virus kembali menggila.
Gelombang kedua tidak terhindarkan
tidak terhindarkan rev1
Negara-negara yang sudah gatal ingin kembali membuka aktivitas masih takut dengan akibatnya dan kini mereka mencermati apa yang terjadi di Korea Selatan.
"Gelombang kedua tidak bisa dihindari," kata Son Young-rae, ahli epidemiologi senior di Pusat Manajemen Bencana Korsel.
"Tapi kami terus melakukan sistem pemantauan dan penapisan ke seluruh masyarakat supaya bisa mencegah terjadinya ledakan kasus sampai ratusan atau bahkan ribuan seperti yang pernah kami alami waktu itu."
"Kami berharap bisa tetap mengendalikan penyebaran virus dan menjaga angkanya tetap rendah. Semoga bisa 20-30 kasus saja yang datang dan pergi, supaya kami bisa menanganinya seraya warga lain melanjutkan aktivitas keseharian."
Korsel hingga kini mempunyai hampir 11.000 kasus corona dan melaporkan 256 kematian. Namun penyebaran itu kini mulai menurun dari ratusan kasus per hari pada akhir Februari hingga hanya sekitar 10 kasus per hari dalam beberapa pekan terakhir.
"Kita tidak bisa tetap menopang kehidupan dengan aktivitas sosial dan ekonomi tetap berjalan," kata Menteri Kesehatan Park Neung-hoo.
"Tapi sayangnya kita tidak bisa mengambil contoh dari apa yang tengah kita coba lakukan. Pengalaman kita dengan segala baik buruknya akan menjadi rujukan bagi negara lain dalam menjalani pandemi ini."
Beberapa orang ceroboh
Setelah pria 29 tahun dites positif Rabu lalu, epidemiologis segera mengetahui dia sudah mengunjungi tiga klub malam di Itaewon, lokasi kehidupan malam populer di Seoul, pada 2 Mei. Sabtu siang petugas sudah melacak 7.200 orang yang pernah mengunjungi lima klub malam di Itaewon dan kemungkinan sudah menyebarkan virus itu.
Sejauh ini sudah 27 kasus yang ditemukan di antara para pengujung klub malam dan orang dekat yang berkontak dengan mereka, kata Kwon Jun-wok, pejabat senior pengendali penyakit dalam jumpa pers Sabtu.
Wali Kota Park Won-soon menyebut angka yang lebih tinggi dengan mengatakan sedikitnya ada 40 kasus penularan yang terkait dengan klub malam itu. Park kemudian langsung memerintahkan penutupan klub malam dan mengecam oknum yang tidak mengikuti standar keselamatan kesehatan seperti memakai masker. Dia menuding orang itu membahayakan kesehatan nasional.
"Hanya karena ada beberapa orang yang ceroboh, semua upaya kita sejauh ini jadi sia-sia," kata dia.
Buku panduan 68 halaman
68 halaman
Dengan pelonggaran aturan pembatasan sosial yang berlaku mulai Rabu lalu pemerintah menyerukan kepada warga untuk kembali menjalani aktivitas seperti bersekolah, pergi ke museum, perpustakaan, stadion, dan tempat konser.
Gugus tugas dari pemerintah dan para ahli penyakit menular sudah merilis "buku panduan" sepanjang 68 halaman berisi tata cara pelaksanaan pembatasan sosial dalam kehiduoan sehari-hari. Dalam buku itu tertera aturan memasang sekat di kantin atau kafe dan ruang makan umum, memakai masker selama di gereja dan ketika menghadiri acara pernikahan, pemakaman, karaoke, klub malam, dan mereka yang bermain internet di warnet harus menuliskan nama dan nomor telepon supaya mereka bisa dilacak kemudian.
"Tidak bisa lagi kembali ke kehidupan normal seperti sebelum Covid-19," kata Kim Gang-lip, pejabat senior di Pusat Manajemen Bencana. "Sebaliknya kita kini menciptakan situasi sosial dan budaya normal yang baru." [pan]

LihatTutupKomentar